Monday, January 16, 2017

Paradigma Pendidikan Jasmani Yang Berkarakter



PARADIGMA PENDIDIKAN JASMANI YANG BERKARAKTER


Mohammad Syamsul Anam
Sapto Adi

Jurusan Pendidikan Olahraga, Progam Pascasarjan
Universitas Negeri Malang


Abstrak:  Pendidikan  Jasmani    merupakan  bagian integral  dari  pendidikan  secara  keseluruhan melalui berbagai aktivitas jasmani (fisik). Pendidikan jasmani merupakan suatu program pendidikan memalui aktifitas fisik yang bertujuan membentuk seorang individu memperoleh fisik, mental, sosial, dan kebugaran jasmani yang optimal, karena pendidikan jasmani menawarkan gerak sebagai media utama dalam proses pendidikan. Pendidikan jasmani termasuk pengajaran yang seharusnya bermuara, yakni membangun manusia-manusia berkarakter (terpuji), manusia-manusia yang memperjuangkan agar dirinya dan orang-orang yang dapat dipengaruhinya agar menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang utuh atau memiliki integritas. Strategi pembelajaran karakter yang efektif, yakni secara lebih konkrit, ada tiga tahapan yang perlu dilakukan, yakni (1) identifikasi nilai, (2) pembelajaran nilai, dan (3) memberikan kesempatan untuk menerapkan nilai tersebut.

Kata Kunci: Paradigma, Pendidikan Jasmani, Berkarakter



PENDAHULUAN
Pendidikan dalam semua jenjang dan mata pelajaran sebagai alat untuk menumbuhkan saling pengertian dan cinta damai pada para siswa dan masyarakatnya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sudah mencapai tahap yang sangat maju, telah merubah pola para remaja dan anak-anak, pada gaya hidup yang semakin menjauh dari semangat perkembangan total, karena lebih mengutamakan keunggulan kecerdasan intelektual, sambil mengorbankan kepentingan keunggulan fisik dan moral individu. Budaya hidup sedenter (kurang gerak) karenanya semakin kuat menggejala di kalangan anak-anak dan remaja, berkombinasi dengan semakin hilangnya ruang-ruang publik dan tugas kehidupan yang memerlukan upaya fisik yang keras. Dalam kondisi demikian, patutlah kita mempertanyakan kembali peranan dan fungsi pendidikan, khususnya pendidikan jasmani.
Pendidikan jasmani mempunyai tujuan pendidikan sebagai (1) perkembangan organ-organ tubuh untuk meningkatkan kesehatan dan  kebugaran jasmani, 2) perkembangan neuro muskuler, 3) perkembangan mental emosional, 4) perkembangan sosial dan 5) perkembangan intelektual. Tujuan akhir pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia; hanya orang-orang yang memiliki kebajikan moral seperti inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna (Baron Piere de Coubertin).
Berbicara mengenai hal tersebut bagaimana caranya pendidikan jasmani menghasilkan peserta didik yang berkarakter ?, yang pertama kita harus mengerti dahulu mengenai apa hakikat pendidikan jasmani, apa tujuan pendidikan jasmani, dan bagaimana strategi menanamkan nilai nilai karakter tersebut.

PEMBAHASAN
Paradigma
Menurut Robert Friedrichs (1970) Dasar pandangan disiplin pada apa materi pelajaran yang harus dipelajari. Patton (1975) Sebuah pandangan dunia, sebuah sudut pandang umum, atau cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata. George Ritzer (1980) Pandangan mendasar ilmuwan tentang apa materi pelajaran harus dipelajari oleh cabang atau disiplin, dan apa aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan informasi yang akan dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menanggapi isu-isu ini. Harmon (dalam Moleong, 2004: 49) Paradigma adalah cara mendasar untuk memahami, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu yang khusus tentang realitas. Menurut Baker (dalam Moleong, 2004: 49) Paradigma sebagai seperangkat aturan yang (1) menetapkan atau mendefinisikan batas-batas; dan (2) menjelaskan bagaimana sesuatu harus dilakukan dalam batas-batas itu untuk berhasil. Cohenn (dalam Mackenzie & Knipe, 2006) Membatasi paradigma sebagai studi filosofis pelaksanaan tujuan atau motif.
Kesimpulannya paradigma adalah pandangan mengenai aturan atau cara tentang materi pelajaran yang dipelajari untuk mencapai sebuah tujuan. Pandangan mengenai aturan atau cara pendidikan jasmani menghasilkan peserta didik yang berkarakter itu yang dimaksud paradigma pendidikan jasmani yang berkarakter.

Hakikat Karakter
            Karakter dapat dilacak dari kata Latin kharakter, kharassein, dan kharax, yang maknanya  “tools for marking”, “to engrave”, dan  “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Perancis caractere pada abad ke-14 dan kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi character, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia karakter. Dalam Kamus Poerwadarminta, karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Dengan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa sedemikian rupa, sehingga ‘berbentuk’ unik, menarik, dan berbeda atau dapat dibedakan dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alfabet yang tak pernah sama antara yang satu dengan yang lain, demikianlah orang-orang yang berkarakter dapat dibedakan satu dengan yang lainnya (termasuk dengan yang tidak/belum berkarakter atau ‘berkarakter’ tercela).
            Tentang proses pembentukkan karakter ini dapat disebutkan sebuah nama besar: Helen Keller (1880-1968). Wanita luar biasa ini menjadi buta dan tuli di usia 19 bulan, namun berkat bantuan keluarganya dan bimbingan Annie Sullivan (yang juga buta dan setelah melewati serangkaian operasi  akhirnya dapat melihat secara terbatas) kemudian menjadi manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904 pernah berkata:  Character cannot be develop in ease and quite. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired, and success achieved”. Kalimat itu boleh jadi merangkum sejarah hidupnya yang sangat inspirasional. Lewat perjuangan panjang dan ketekunan yang sulit dicari tandingannya, ia kemudian menjadi salah seorang pahlawan besar dalam sejarah Amerika yang mendapatkan berbagai penghargaan di tingkat nasional dan internasional atas prestasi dan pengabdiannya. Helen Keller adalah model manusia berkarakter (terpuji). Dan sejarah hidupnya mendemonstrasikan bagaimana proses membangun karakter itu memerlukan disiplin tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instant. Diperlukan refleksi mendalam untuk membuat rentetan  moral choice (keputusan moral) dan ditindaklanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi, dan praktik. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi  custom (kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
            Selanjutnya, tentang nilai atau makna pentingnya karakter bagi kehidupan manusia dewasa ini dapat dikutip pernyataan seorang Hakim Agung di Amerika, Antonin Scalia, yang pernah mengatakan:  Bear in mind that brains and learning, like muscle and physical skills, are articles of commerce. They are bought and sold. You can hire them by the year or by the hour. The only thing in the world NOT FOR SALE IS CHARACTER. And if that does not govern and  direct your brains and learning, they will do you and the world more harm than good”. Scalia menunjukkan dengan tepat bagaimana karakter harus menjadi fondasi bagi kecerdasan dan pengetahuan (brains and learning). Sebab kecerdasan dan pengetahuan (termasuk informasi) itu sendiri memang dapat diperjualbelikan. Dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa di era  knowledge economy abad ke-21 ini  knowledge is power.
            Masalahnya, bila orang-orang yang dikenal cerdas dan berpengetahuan tidak menunjukkan karakter (terpuji), maka tak diragukan  lagi bahwa dunia akan menjadi lebih dan semakin buruk. Dengan kata lain ungkapan  knowledge is power akan menjadi lebih sempurna jika ditambahkan menjadi knowledge is power, but character is more. Demikianlah makna penting sebuah karakter dan proses pembentukkannya yang tidak pernah mudah melahirkan manusia-manusia  yang tidak bisa dibeli. Pendidikan dan pembelajaran olahraga termasuk pengajaran yang seharusnya bermuara, yakni membangun manusia-manusia berkarakter (terpuji), manusia-manusia yang memperjuangkan agar dirinya dan orang-orang yang dapat dipengaruhinya agar menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang utuh atau memiliki integritas.

Hakikat Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya:hubungan dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik. 
Pendidikan jasmani sebagai bagian integral dan merupakan alat pendidikan baik pada proses maupun tujuannya. Salah satunya dikutip Rusli Lutan sebagai berikut “pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktifitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuscular, intelektual, dan emosional.” Pada hakekatnya; “pendidikan jasmani adalah sebagai proses pendidikan via gerak insani (human movement) yang dapat berupa aktivitas jasmani, permainan atau olahraga untuk mencapai tujuan pendidikan” (Rusli Lutan : 7:1995-1996). Menurut Mu’arifin (2009:21). Di sekolahan, matapelajaran yang berkaitan dengan olahraga adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (Dikjasorkes). Mata pelajaran itu bedasarkan konsep yang berasal dari kata physical education. Walau yang dididik adalah fisiknya, bukan berarti sebagai education of body, melainkan pendidikan yang mengenai dan meliputi seluruh aspek kepribadian siswa.
Bhucer (1989:13) ”Physical education an integral part of the total education process, is a field of endeavor that has as its aim the improvement of human performance through the medium of physical activities that have been selected with a view to realizing this outcome” maksudnya adalah pendidikan jasmani, merupakan bagian integral dari proses pendidikan total, adalah bidang usaha yang memiliki tujuan peningkatan kinerja manusia melalui media kegiatan fisik yang telah dipilih dengan maksud untuk mewujudkan hasil. Lumpkin (2010:4) “Physical education is defined as a process through which an individual obtains optimal phsyical, mental, social, and fitness skills through physical activity”. Maksudnya adalah pendidikan jasmani sebagai proses hingga seorang individu memperoleh fisik yang optimal, mental, sosial, dan kebugaran melalui aktivitas fisik.
Pendidikan jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung maupun secara tidak langsung. Istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan juga tubuh. Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif.
Setelah mengetahui makna dari pendidikan jasmani, selanjutnya tujuan pendidikan jasmani. Menurut Abdullah & Manadji (1994:3) tujuan pendidikan jasmani adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan. Bucher & Charles (1983:57)“The intructional program is physical education is the place to teach skills, strategies, understandings, and essential knowlege concerning the relation of physical activity to physical”. Maksudnya adalah Pendidikan jasmani merupakan program instruksional yaitu tempat untuk melatih kemampuan, strategi, pemahaman, dan esensi pengetahuan yang berfokus pada hubungan kegiatan jasmani terhadap fisik.
Menurut Buck, Lund, Harrison & Cook (2007:15)“Physical education is the study, pactice, and appreciation of the art and science of human movement. it is a part of the total process of education”Maksudnya adalah pendidikan jasmani adalah studi, praktek, dan apresiasi terhadap seni dan ilmu gerakan manusia. itu adalah bagian dari proses total pendidikan.
Kesimpulannya adalah pendidikan jasmani merupakan suatu program pendidikan memalui aktifitas fisik yang bertujuan membentuk seorang individu memperoleh fisik, mental, sosial, dan kebugaran jasmani yang optimal, karena pendidikan jasmani menawarkan gerak sebagai media utama dalam proses pendidikan. Tujuan Pendidikan Jasmani di klasifikasikannya dalam lima aspek, yaitu (1) perkembangan kesehatan, jasmani atau organ organ tubuh, (2) perkembangan mental emosional, (3) perkembangan neuromuskuler, (4) perkembangan sosial, (5) perkembangan intelektual (Bucher, 1983:45).
Terdapat 13 prinsip pokok dalam pendidikan jasmani (Zeigler, 2009: 28-31) untuk dapat meningkatkan kualitas hidup manusia: (1) Reversibility, bahwa setiap manusia akan pada masa puncak dan juga akan kembali menurun, karena itu aktivitas jasmani dilakukan untuk paling tidak mempertahankan kodisi fisiknya hingga usianya berakhir. (2) Overload, tubuh manusia otot-ototnya harus dilatih dengan beban lebih dari normal agar dapat menjaga kualitas tubuhnya. (3) Flexibility, manusia harus secara teratur memposisikan sendinya melalui berbagai gerakan, karena makin bertambah usia makin berkurang fleksibilitasnya. (4) Bone Density, aktivitas jasmani sepanjang hidup mempertahankan kepadatan tulang seseorang. (5) Gravity, memepertahankan kekuatan kelompok otot sepanjang hidup, sambil berdiri atau duduk, membantu perjuangan orang melawan gaya gravitasi yang bekerja terus untuk memecahkan struktur tubuh. (6) Relaxation, hidup di dunia yang makin kompleks perlu keterampilan relaksasi. Aktivitas jasmani dapat digunakan sebagai proses relaksasi. (7) Aesthetic, setiap orang secara alamiah ingin terlihat baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Aktivitas jasmani dapat menjadikan penampilan seseorang terlihat baik. (8) Integration, aktivitas jasmani memberi kesempatan bagi individu untuk melibatkan secara penuh seluruh bagian dirinya baik fisik maupun psikis. (9) Integrity, integritas kegiatan psiko fisik harus secara etis sesuai dengan standar masyarakat (kesatuan tubuh dan pikiran manusia dalam aktivitas jasmani harus mengedepankan fairplay, kejujuran, dan kepedulian terhadap orang lain). (10) Priority of The Person, aktivitas jasmani dan olahraga mengutamakan kesejahteraan individu dari pada organisasi. Olahraga sebagai pelayan sosial. (11) Live Life to Its Fullest, aktivitas jasmani yang cukup berat dan dilakukan secara teratur, membantu seseorang untuk memenuhi tugas sehari-hari dan tuntutan mendadak yang tak terduga yang mungkin diperlukan untuk terus hidup dan melindungi diri dari bahaya. (12) Fun and Pleasure, manusia biasanya merupakan pencari kesenangan dan kenikmnatan, dan banyak kesempatan untuk kesenangan dicapai melalui aktivitas jasmani. Kesempatan memperoleh kesenangan akan hilang dari kehidupan seseorang jika tidak mempertahankan tingkat kebugaran jasmaninya. (13) Longevity, prinsip panjang umur menegaskan bahwa aktivitas jasmani secara teratur sepanjang hidup, dapat membantu seseorang hidup lebih lama.

Strategi Penanaman Nilai-Nilai Dalam Pendidikan Jasmani
            Marten (2004) mengusulkan strategi pembelajaran karakter yang efektif , yakni secara lebih konkrit, ada tiga tahapan yang perlu dilakukan, yakni (1) identifikasi nilai, (2) pembelajaran nilai, dan (3) memberikan kesempatan untuk menerapkan nilai tersebut.
Identifikasi Nilai :
            Identifikasi nilai terkait dengan nilai-nilai moral apa saja yang sekurang-kurangnya harus dimiliki oleh individu. Dalam realitas kehidupan, ada sejumlah nilai yang terkonstruksi di dalam masyarakat, yang sangat boleh jadi antara masyarakat yang satu dengan yang lain berbeda. Ada kalanya konstruksi nilai dipengaruhi oleh kultur di mana nilai tersebut dibentuk. Karena itu, untuk menghindari pemahaman yang berbeda atas suatu nilai, perlu diidentifikasi dulu nilai-nilai yang berlaku universal. Dari beberapa literatur, setidaknya ada enam nilai moral yang perlu dimiliki oleh individu, yaitu: respect, responsibility (Lickona,1991); caring, honesty (YMCA of the USA, 2004); fairness, dan citizenship (Martens, 2004).

Tabel 2.2. Beberapa indikator nilai dalam praktek pendidikan Jasmani dan kehidupan
Nilai Moral
Praktek dalam Olahraga
Praktek dalam Kehidupan
Respek
·  Hormat pada aturan main dan tradisi
·  Hormat pada lawan dan offisial
·  Hormat pada kemenangan dankekalahan
Hormat pada orang lain
Hormat pada hak milik orang lain
Hormat pada lingkungan dan
dirinya
Tanggung jawab
·  Kesiapan diri melakukan sesuatu
·  Disiplin dalam latihan dan
·  Bertanding Kooperatif dengan sesama pemain
Memenuhi kewajiban
Dapat dipercaya
Pengendalian diri
Peduli
·  Membantu teman agar bermain baik
·  Membantu teman yang bermasalah
·  Murah pujian, kikir kritik
·  Bermain untuk tim, bukan diri sendiri
Menaruh empati
Pemaaf
Mendahulukan kepentingan yang lebih besar
Jujur
·  Patuh pada aturan main
·  Loyal pada tim
·  Mengakui kesalahan
Memiliki integritas
Terpercaya
Melakukan sesuatu dengan baik
Fair
·  Adil pada semua pemain termasuk yang berbeda
·  Memberikan kesempatan kepada pemain lain
Mengikuti aturan
Toleran pada orang lain
Kesediaan berbagi
Tidak mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain
Beradab
·  Menjadi contoh/model
·  Mendorong perilaku baik
·  Berusaha meraih keunggulan
Mematuhi hukum dan aturan
Terdidik
Bermanfaat bagi orang lain

            Secara sederhana, keenam nilai tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut: (1) Respek adalah suatu sikap yang menaruh perhatian kepada orang lain dan memperlakukannya secara hormat. Sikap respek antara lain dicirikan dengan memperlakukan orang lain sebagaimana ia ingin diperlakukan; berbicara dengan sopan kepada siapa pun; menghormati aturan yang ada dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. (2) Tanggung jawab adalah kemampuan untuk memberikan respons, tanggapan, atau reaksi secara cakap. Tanggung jawab dicirikan antara lain dengan melakukan apa yang telah disepakati dengan sungguh-sungguh; mengakui kesalahan yang dilakukan tanpa alasan; memberikan yang terbaik atas apa yang dilakukan. (3) Peduli adalah kesediaan untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada sesama. Peduli antara lain ditandai dengan memperlakukan orang lain, diri, dan sesuatu dengan kasih sayang; memperhatikan dan mendengarkan orang lain secara seksama; menangani sesuatu dengan hati-hati. (4) Jujur adalah suatu sikap terbuka, dapat dipercaya, dan apa adanya. Sikap jujur antara lain ditandai dengan mengatakan apa adanya; menepati janji; mengakui kesalahan. (5) Fair adalah bersikap adil dalam melakukan dan memperlakukan sesuatu. Sikap fair antara lain ditandai dengan menegakkan hak sesama termasuk dirinya; mau menerima kesalahan dan menanggung resikonya; menolak berprasangka. (6) Beradab adalah sikap dasar yang diperlukan dalam bermasyarakat yang berintikan pada kesopanan, keteraturan, dan kebaikan. Beradap antara lain dicirikan dengan menempatkan sesuatu pada tempatnya; mengapresiasi terhadap keteraturan;
Pembelajaran Nilai :
            Setelah proses identifikasi nilai dilakukan dan ditemukan enam nilai moral yang berlaku universal, maka keenam nilai moral tersebut selanjutnya diajarkan kepada peserta didik melalui langkah-langkah sebagai berikut: (a) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan nilai-nilai moral tersebut diterapkan. Peran ini begitu penting dilakukan oleh guru pendidikan jasmani dalam rangka membangun kesamaan wawasan mencapai tujuan, menciptakan iklim moral bagi peserta didik. (b) Adanya keteladanan atau model perilaku moral. Menunjukkan perilaku bermoral memiliki dampak yang lebih kuat daripada berkata-kata tentang moral. One man practicing good sportmanship is better than fifty others preaching it. (c) Menyusun aturan atau kode etik berperilaku baik. Peserta didik perlu mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Artinya, ada pemahaman yang sama terkait dengan perilaku moral. (d) Menjelaskan dan mendiskusikan perilaku bermoral. Ketika usia anak-anak, peserta didik belajar perilaku moral dengan cara imitasi dan praktek tanpa harus mengetahui alasan mengapa hal itu dilakukan atau tidak dilakukan. Memasuki usia remaja dan remaja, kemampuan bernalarnya telah berkembang. Karena itu, perlu ada penjelasan dan bila perlu ada proses diskusi untuk sampai pada pilihan perilaku moral yang diharapkan. (e) Menggunakan dan mengajarkan etika dalam pengambilan keputusan. Individu acapkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus diambil keputusan. Mengambil keputusan adalah proses mengevaluasi tindakan-tindakan dan memilih alternatif tindakan yang sejalan dengan nilai moral tertentu. (f) Mendorong individu siswa mengembangkan nilai yang baik. Guru pendidikan jasmani perlu menciptakan situasi dan menginspirasi peserta didik untuk menampilkan perilaku moral. A mediocre teacher tells, a good teacher explains, a superior teacher demonstrates, and the great teacher inspires.
Penerapan Nilai
            Setelah pengajaran nilai dilakukan, maka tahap ketiga yang perlu dilakukan adalah memberikan kesempatan untuk mengaplikasikannya. Hal terpenting bertalian dengan penerapan nilai adalah konsistensi antara apa yang diajarkan dengan apa yang diterapkan. Artinya, apa yang dikatakan harus berbanding lurus dengan apa yang dilakukan, baik pada lingkungan sekolah maupun dalam keluarga.
            Terkait dengan penerapan nilai, ada dua model yang dapat diaplikasikan. Pertama, membentuk kebiasaan rutin yang bermuatan nilai-nilai moral. Situasi aktivitas jasmani dan olahraga, sebagaimana dikemukakan di atas, banyak memberikan peluang terjadinya perilaku moral. Misalnya berjabat tangan dengan lawan main sebelum dan setelah bertanding, peduli kepada teman yang ingin mempelajari keterampilan olahraga tertentu dengan cara memberikan mentoring, bekerjasama untuk mencapai tujuan (goal), bermain dengan berpegang pada aturan, menghormati keputusan wasit, dan sebagainya.
            Kedua, memberikan reward bagi peserta didik yang menampilkan perilaku bernilai moral. Menanamkan dan membentuk nilai moral memang tidak secepat mengajarkan keterampilan seperti menendang atau memukul bola. Ia membutuhkan proses yang relatif panjang, konsisten, dan tidak sekali jadi. Bisa jadi peserta didik belum sepenuhnya menampilkan perilaku bernilai moral sebagaimana yang kita inginkan. Karena itu, penghargaan tidak harus diberikan ketika peserta didik mengakhiri serangkaian kegiatan, melainkan juga dalam proses “menjadi”. Penghargaan dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Misalnya dalam bentuk sertifikat, stiker, peran tertentu seperti kapten tim, dan sebagainya.

KESIMPULAN
            Paradigma adalah pandangan mengenai aturan atau cara tentang materi pelajaran yang dipelajari untuk mencapai sebuah tujuan. Pandangan mengenai aturan atau cara pendidikan jasmani menghasilkan peserta didik yang berkarakter itu yang dimaksud paradigma pendidikan jasmani yang berkarakter.
            Membentuk karakter dan proses pembentukkannya tidak bisa dibeli. Pendidikan dan pembelajaran olahraga termasuk pengajaran yang seharusnya bermuara, yakni membangun manusia-manusia berkarakter (terpuji), manusia-manusia yang memperjuangkan agar dirinya dan orang-orang yang dapat dipengaruhinya agar menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang utuh atau memiliki integritas.
            Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan: psikomotor, kognitif, dan afektif.
            Pendidikan jasmani merupakan suatu program pendidikan memalui aktifitas fisik yang bertujuan membentuk seorang individu memperoleh fisik, mental, sosial, dan kebugaran jasmani yang optimal, karena pendidikan jasmani menawarkan gerak sebagai media utama dalam proses pendidikan. Tujuan Pendidikan Jasmani di klasifikasikannya dalam lima aspek, yaitu (1) perkembangan kesehatan, jasmani atau organ organ tubuh, (2) perkembangan mental emosional, (3) perkembangan neuromuskuler, (4) perkembangan sosial, (5) perkembangan intelektual (Bucher, 1983:45).
            Marten (2004) mengusulkan strategi pembelajaran karakter yang efektif, yakni secara lebih konkrit, ada tiga tahapan yang perlu dilakukan, yakni (1) identifikasi nilai, (2) pembelajaran nilai, dan (3) memberikan kesempatan untuk menerapkan nilai tersebut.

DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, Manadji. 1994. Dasar Dasar Pendidikan Jasmani. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Bucher, Charles. 1983. Administration Of Physical Education & Athlitic Programs. The C V Mosby Company: London.
Bucher, Charles. 1983. Administration Of Physical Education & Athlitic Programs. The C V Mosby Company: London.
Buck, Lund, dkk. 2007. Instruction Strategies For Secondary School Physical Education. The McGraw-Hill Companies: New York.
Lumpkin, Angela. 2011. Instruction Physical Education, Exercise Science, And Sport Studies.The McGraw-Hill Companies: New York
Mackenzie, N. & Knipe, S. (2014, 1 Februari). Research dilemmas: Paradigms, Methods and Methodology. Issues In Educational Research  [online] http://www.iier.org.au/iier16/mackenzie.html
Moleong, Lexy. J. 2004.  Metode Penelitian Kualitatif.  Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mu’arifin. 2009. Dasar Dasar Pendidikan Jasmani Dan Olahraga. Universitas Negeri Malang (UM Press). Malang.
Rusli Lutan, (1995)/1996), Hakikat  dan  Karakteristik Penjaskes, Depdikbud



No comments:

Post a Comment