PARADIGMA
PENDIDIKAN JASMANI YANG BERKARAKTER
Mohammad Syamsul Anam
Sapto Adi
Jurusan
Pendidikan Olahraga, Progam Pascasarjan
Universitas
Negeri Malang
Email: Syamsulanam42@gmail.com
Abstrak: Pendidikan
Jasmani merupakan bagian integral dari
pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai aktivitas
jasmani (fisik). Pendidikan jasmani merupakan suatu program pendidikan memalui aktifitas
fisik
yang bertujuan membentuk seorang individu memperoleh fisik, mental, sosial, dan kebugaran jasmani
yang optimal, karena pendidikan jasmani menawarkan gerak
sebagai media utama dalam proses pendidikan. Pendidikan jasmani termasuk
pengajaran yang seharusnya bermuara, yakni membangun manusia-manusia berkarakter
(terpuji), manusia-manusia yang memperjuangkan agar dirinya dan orang-orang
yang dapat dipengaruhinya agar menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang
utuh atau memiliki integritas. Strategi pembelajaran karakter yang efektif,
yakni secara lebih konkrit, ada tiga tahapan yang perlu dilakukan, yakni (1)
identifikasi nilai, (2) pembelajaran nilai, dan (3) memberikan kesempatan untuk
menerapkan nilai tersebut.
Kata Kunci: Paradigma, Pendidikan
Jasmani, Berkarakter
PENDAHULUAN
Pendidikan dalam semua jenjang dan mata
pelajaran sebagai alat untuk menumbuhkan saling pengertian dan cinta damai pada
para siswa dan masyarakatnya. Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang
sudah mencapai tahap yang sangat maju, telah merubah pola para remaja dan
anak-anak, pada gaya hidup yang semakin menjauh dari semangat perkembangan
total, karena lebih mengutamakan keunggulan kecerdasan intelektual, sambil
mengorbankan kepentingan keunggulan fisik dan moral individu. Budaya hidup sedenter
(kurang gerak) karenanya semakin kuat menggejala di kalangan anak-anak dan
remaja, berkombinasi dengan semakin hilangnya ruang-ruang publik dan tugas
kehidupan yang memerlukan upaya fisik yang keras. Dalam kondisi demikian,
patutlah kita mempertanyakan kembali peranan dan fungsi pendidikan, khususnya
pendidikan jasmani.
Pendidikan jasmani mempunyai tujuan pendidikan
sebagai (1) perkembangan organ-organ tubuh untuk meningkatkan kesehatan
dan kebugaran jasmani, 2) perkembangan
neuro muskuler, 3) perkembangan mental emosional, 4) perkembangan sosial dan 5)
perkembangan intelektual. Tujuan akhir pendidikan jasmani terletak dalam
peranannya sebagai wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk
memiliki dan membentuk kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang
mulia; hanya orang-orang yang memiliki kebajikan moral seperti inilah yang akan
menjadi warga masyarakat yang berguna (Baron Piere de Coubertin).
Berbicara
mengenai hal tersebut bagaimana caranya pendidikan jasmani menghasilkan peserta
didik yang berkarakter ?, yang pertama kita harus mengerti dahulu mengenai apa
hakikat pendidikan jasmani, apa tujuan pendidikan jasmani, dan bagaimana
strategi menanamkan nilai nilai karakter tersebut.
PEMBAHASAN
Paradigma
Menurut Robert Friedrichs (1970) Dasar pandangan disiplin pada apa materi pelajaran
yang harus dipelajari. Patton (1975) Sebuah pandangan dunia, sebuah sudut pandang umum,
atau cara untuk menguraikan kompleksitas dunia nyata. George Ritzer (1980) Pandangan mendasar
ilmuwan tentang apa materi pelajaran harus dipelajari oleh cabang atau
disiplin, dan apa aturan yang harus diikuti dalam menafsirkan informasi yang
akan dikumpulkan informasi yang dikumpulkan dalam menanggapi isu-isu ini. Harmon (dalam
Moleong, 2004: 49) Paradigma adalah cara mendasar untuk memahami,
berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu yang khusus
tentang realitas. Menurut Baker (dalam Moleong, 2004: 49) Paradigma sebagai seperangkat aturan yang (1) menetapkan atau
mendefinisikan batas-batas; dan (2) menjelaskan bagaimana sesuatu harus
dilakukan dalam batas-batas itu untuk berhasil. Cohenn (dalam Mackenzie & Knipe, 2006)
Membatasi paradigma sebagai studi filosofis pelaksanaan tujuan atau motif.
Kesimpulannya
paradigma adalah pandangan mengenai aturan atau cara tentang materi pelajaran
yang dipelajari untuk mencapai sebuah tujuan. Pandangan mengenai aturan atau cara pendidikan jasmani
menghasilkan peserta didik yang berkarakter itu yang dimaksud paradigma
pendidikan jasmani yang berkarakter.
Hakikat Karakter
Karakter dapat dilacak dari kata
Latin kharakter, kharassein, dan kharax,
yang maknanya “tools for marking”, “to engrave”, dan “pointed
stake”. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Perancis caractere pada abad ke-14 dan kemudian
masuk dalam bahasa Inggris menjadi character,
sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia karakter. Dalam Kamus Poerwadarminta,
karakter diartikan sebagai tabiat; watak; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang daripada yang lain. Dengan pengertian di
atas dapat dikatakan bahwa membangun karakter (character building) adalah proses mengukir atau memahat jiwa
sedemikian rupa, sehingga ‘berbentuk’ unik, menarik, dan berbeda atau dapat
dibedakan dengan orang lain. Ibarat sebuah huruf dalam alfabet yang tak pernah
sama antara yang satu dengan yang lain, demikianlah orang-orang yang
berkarakter dapat dibedakan satu dengan yang lainnya (termasuk dengan yang
tidak/belum berkarakter atau ‘berkarakter’ tercela).
Tentang proses pembentukkan karakter
ini dapat disebutkan sebuah nama besar: Helen Keller (1880-1968). Wanita luar
biasa ini menjadi buta dan tuli di usia 19 bulan, namun berkat bantuan
keluarganya dan bimbingan Annie Sullivan (yang juga buta dan setelah melewati
serangkaian operasi akhirnya dapat
melihat secara terbatas) kemudian menjadi manusia buta-tuli pertama yang lulus cum laude dari Radcliffe College di tahun 1904 pernah berkata: “Character
cannot be develop in ease and quite. Only
through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision
cleared, ambition inspired, and success achieved”. Kalimat itu boleh jadi
merangkum sejarah hidupnya yang sangat inspirasional. Lewat perjuangan panjang
dan ketekunan yang sulit dicari tandingannya, ia kemudian menjadi salah seorang
pahlawan besar dalam sejarah Amerika yang mendapatkan berbagai penghargaan di
tingkat nasional dan internasional atas prestasi dan pengabdiannya. Helen
Keller adalah model manusia berkarakter (terpuji). Dan sejarah hidupnya
mendemonstrasikan bagaimana proses membangun karakter itu memerlukan disiplin
tinggi karena tidak pernah mudah dan seketika atau instant. Diperlukan refleksi
mendalam untuk membuat rentetan moral choice (keputusan moral) dan
ditindaklanjuti dengan aksi nyata sehingga menjadi praksis, refleksi, dan
praktik. Diperlukan sejumlah waktu untuk membuat semua itu menjadi custom
(kebiasaan) dan membentuk watak atau tabiat seseorang.
Selanjutnya, tentang nilai atau
makna pentingnya karakter bagi kehidupan manusia dewasa ini dapat dikutip
pernyataan seorang Hakim Agung di Amerika, Antonin Scalia, yang pernah
mengatakan: “Bear in mind that brains and learning, like muscle and physical skills,
are articles of commerce. They are bought and sold. You can hire them by the
year or by the hour. The only thing in the world NOT FOR SALE IS CHARACTER. And
if that does not govern and direct your
brains and learning, they will do you and the world more harm than good”.
Scalia menunjukkan dengan tepat bagaimana karakter harus menjadi fondasi bagi
kecerdasan dan pengetahuan (brains and
learning). Sebab kecerdasan dan pengetahuan (termasuk informasi) itu
sendiri memang dapat diperjualbelikan. Dan sudah menjadi pengetahuan umum bahwa
di era knowledge economy abad ke-21 ini
knowledge is power.
Masalahnya, bila orang-orang yang
dikenal cerdas dan berpengetahuan tidak menunjukkan karakter (terpuji), maka
tak diragukan lagi bahwa dunia akan
menjadi lebih dan semakin buruk. Dengan kata lain ungkapan knowledge
is power akan menjadi lebih sempurna jika ditambahkan menjadi knowledge is power, but character is more.
Demikianlah makna penting sebuah karakter dan proses pembentukkannya yang tidak
pernah mudah melahirkan manusia-manusia
yang tidak bisa dibeli. Pendidikan dan pembelajaran olahraga termasuk
pengajaran yang seharusnya bermuara, yakni membangun manusia-manusia
berkarakter (terpuji), manusia-manusia yang memperjuangkan agar dirinya dan
orang-orang yang dapat dipengaruhinya agar menjadi lebih manusiawi, menjadi
manusia yang utuh atau memiliki integritas.
Hakikat Pendidikan Jasmani
Pendidikan
jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas
fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas individu, baik dalam
hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak
sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya
sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan mentalnya. Pada
kenyataannya, pendidikan jasmani adalah suatu bidang kajian yang sungguh luas.
Titik perhatiannya adalah peningkatan gerak manusia. Lebih khusus lagi, penjas
berkaitan dengan hubungan antara gerak manusia dan wilayah pendidikan lainnya:hubungan
dari perkembangan tubuh-fisik dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada
pengaruh perkembangan fisik terhadap wilayah pertumbuhan dan perkembangan aspek
lain dari manusia itulah yang menjadikannya unik.
Pendidikan jasmani sebagai bagian
integral dan merupakan alat pendidikan baik pada proses maupun tujuannya. Salah
satunya dikutip Rusli Lutan sebagai berikut “pendidikan jasmani adalah bagian
integral dari pendidikan melalui aktifitas jasmani yang bertujuan untuk
meningkatkan individu secara organik, neuromuscular, intelektual, dan
emosional.” Pada hakekatnya; “pendidikan jasmani adalah sebagai proses pendidikan
via gerak insani (human movement) yang dapat berupa aktivitas jasmani,
permainan atau olahraga untuk mencapai tujuan pendidikan” (Rusli Lutan :
7:1995-1996). Menurut Mu’arifin (2009:21). Di sekolahan, matapelajaran yang
berkaitan dengan olahraga adalah pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
(Dikjasorkes). Mata pelajaran itu bedasarkan konsep yang berasal dari kata physical education. Walau yang dididik
adalah fisiknya, bukan berarti sebagai education
of body, melainkan pendidikan yang mengenai dan meliputi seluruh aspek
kepribadian siswa.
Bhucer
(1989:13) ”Physical education an integral part of the total education process, is
a field of endeavor that has as its aim the improvement of human performance
through the medium of physical activities that have been selected with a view
to realizing this outcome” maksudnya adalah pendidikan jasmani, merupakan
bagian integral dari proses pendidikan total, adalah bidang usaha yang memiliki
tujuan peningkatan kinerja manusia melalui media kegiatan fisik yang telah
dipilih dengan maksud untuk mewujudkan hasil. Lumpkin (2010:4) “Physical education is defined as a process
through which an individual obtains optimal phsyical, mental, social, and
fitness skills through physical activity”. Maksudnya adalah pendidikan
jasmani sebagai proses hingga seorang individu memperoleh fisik yang optimal,
mental, sosial, dan kebugaran melalui aktivitas fisik.
Pendidikan
jasmani memanfaatkan alat fisik untuk mengembangan keutuhan manusia. Dalam
kaitan ini diartikan bahwa melalui fisik, aspek mental dan emosional pun turut
terkembangkan, bahkan dengan penekanan yang cukup dalam. Berbeda dengan bidang
lain, misalnya pendidikan moral, yang penekanannya benar-benar pada
perkembangan moral, tetapi aspek fisik tidak turut terkembangkan, baik langsung
maupun secara tidak langsung. Istilah pendidikan jasmani pada bidang yang lebih
luas dan lebih abstrak, sebagai satu proses pembentukan kualitas pikiran dan
juga tubuh. Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’
yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik
tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan:
psikomotor, kognitif, dan afektif.
Setelah
mengetahui makna dari pendidikan jasmani, selanjutnya tujuan pendidikan
jasmani. Menurut Abdullah & Manadji (1994:3) tujuan pendidikan jasmani
adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan.
Bucher & Charles (1983:57)“The
intructional program is physical education is the place to teach skills,
strategies, understandings, and essential knowlege concerning the relation of
physical activity to physical”. Maksudnya adalah Pendidikan
jasmani merupakan program instruksional yaitu tempat untuk melatih kemampuan, strategi, pemahaman, dan
esensi pengetahuan yang
berfokus pada hubungan kegiatan
jasmani terhadap fisik.
Menurut
Buck, Lund, Harrison & Cook (2007:15)“Physical
education is the study, pactice, and appreciation of the art and science of
human movement. it is a part of the total process of education”Maksudnya
adalah pendidikan jasmani adalah studi, praktek, dan apresiasi terhadap seni
dan ilmu gerakan manusia. itu adalah bagian dari proses total pendidikan.
Kesimpulannya
adalah pendidikan jasmani merupakan suatu program pendidikan
memalui aktifitas fisik
yang bertujuan membentuk seorang individu
memperoleh fisik, mental,
sosial, dan kebugaran jasmani
yang optimal, karena pendidikan jasmani menawarkan gerak sebagai media utama dalam proses
pendidikan. Tujuan Pendidikan Jasmani di klasifikasikannya dalam lima aspek,
yaitu (1) perkembangan kesehatan, jasmani atau organ organ tubuh, (2)
perkembangan mental emosional, (3) perkembangan neuromuskuler, (4) perkembangan
sosial, (5) perkembangan intelektual (Bucher, 1983:45).
Terdapat 13
prinsip pokok dalam pendidikan jasmani (Zeigler, 2009: 28-31) untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup manusia: (1) Reversibility,
bahwa setiap manusia akan pada masa puncak dan juga akan kembali menurun,
karena itu aktivitas jasmani dilakukan untuk paling tidak mempertahankan kodisi
fisiknya hingga usianya berakhir. (2) Overload,
tubuh manusia otot-ototnya harus dilatih dengan beban lebih dari normal agar
dapat menjaga kualitas tubuhnya. (3) Flexibility,
manusia harus secara teratur memposisikan sendinya melalui berbagai gerakan,
karena makin bertambah usia makin berkurang fleksibilitasnya. (4) Bone Density, aktivitas jasmani
sepanjang hidup mempertahankan kepadatan tulang seseorang. (5) Gravity, memepertahankan kekuatan
kelompok otot sepanjang hidup, sambil berdiri atau duduk, membantu perjuangan
orang melawan gaya gravitasi yang bekerja terus untuk memecahkan struktur
tubuh. (6) Relaxation, hidup di dunia
yang makin kompleks perlu keterampilan relaksasi. Aktivitas jasmani dapat
digunakan sebagai proses relaksasi. (7) Aesthetic,
setiap orang secara alamiah ingin terlihat baik untuk dirinya sendiri maupun
orang lain. Aktivitas jasmani dapat menjadikan penampilan seseorang terlihat
baik. (8) Integration, aktivitas
jasmani memberi kesempatan bagi individu untuk melibatkan secara penuh seluruh
bagian dirinya baik fisik maupun psikis. (9) Integrity, integritas kegiatan psiko fisik harus secara etis sesuai
dengan standar masyarakat (kesatuan tubuh dan pikiran manusia dalam aktivitas
jasmani harus mengedepankan fairplay,
kejujuran, dan kepedulian terhadap orang lain). (10) Priority of The Person, aktivitas jasmani dan olahraga mengutamakan
kesejahteraan individu dari pada organisasi. Olahraga sebagai pelayan sosial.
(11) Live Life to Its Fullest,
aktivitas jasmani yang cukup berat dan dilakukan secara teratur, membantu
seseorang untuk memenuhi tugas sehari-hari dan tuntutan mendadak yang tak
terduga yang mungkin diperlukan untuk terus hidup dan melindungi diri dari bahaya.
(12) Fun and Pleasure, manusia
biasanya merupakan pencari kesenangan dan kenikmnatan, dan banyak kesempatan
untuk kesenangan dicapai melalui aktivitas jasmani. Kesempatan memperoleh
kesenangan akan hilang dari kehidupan seseorang jika tidak mempertahankan
tingkat kebugaran jasmaninya. (13) Longevity,
prinsip panjang umur menegaskan bahwa aktivitas jasmani secara teratur sepanjang
hidup, dapat membantu seseorang hidup lebih lama.
Strategi Penanaman Nilai-Nilai Dalam
Pendidikan Jasmani
Marten (2004) mengusulkan strategi
pembelajaran karakter yang efektif , yakni secara lebih konkrit, ada tiga
tahapan yang perlu dilakukan, yakni (1) identifikasi nilai, (2) pembelajaran
nilai, dan (3) memberikan kesempatan untuk menerapkan nilai tersebut.
Identifikasi Nilai :
Identifikasi nilai terkait dengan
nilai-nilai moral apa saja yang sekurang-kurangnya harus dimiliki oleh
individu. Dalam realitas kehidupan, ada sejumlah nilai yang terkonstruksi di
dalam masyarakat, yang sangat boleh jadi antara masyarakat yang satu dengan
yang lain berbeda. Ada kalanya konstruksi nilai dipengaruhi oleh kultur di mana
nilai tersebut dibentuk. Karena itu, untuk menghindari pemahaman yang berbeda
atas suatu nilai, perlu diidentifikasi dulu nilai-nilai yang berlaku universal.
Dari beberapa literatur, setidaknya ada enam nilai moral yang perlu dimiliki
oleh individu, yaitu: respect, responsibility (Lickona,1991); caring, honesty
(YMCA of the USA, 2004); fairness, dan citizenship (Martens, 2004).
Tabel 2.2. Beberapa indikator nilai dalam praktek pendidikan Jasmani dan
kehidupan
Nilai Moral
|
Praktek dalam Olahraga
|
Praktek dalam Kehidupan
|
Respek
|
· Hormat
pada aturan main dan tradisi
· Hormat
pada lawan dan offisial
· Hormat
pada kemenangan dankekalahan
|
Hormat pada orang lain
Hormat pada hak milik orang lain
Hormat pada lingkungan dan
dirinya
|
Tanggung jawab
|
· Kesiapan
diri melakukan sesuatu
· Disiplin
dalam latihan dan
· Bertanding
Kooperatif dengan sesama pemain
|
Memenuhi kewajiban
Dapat dipercaya
Pengendalian diri
|
Peduli
|
· Membantu
teman agar bermain baik
· Membantu
teman yang bermasalah
· Murah
pujian, kikir kritik
· Bermain
untuk tim, bukan diri sendiri
|
Menaruh empati
Pemaaf
Mendahulukan kepentingan yang lebih besar
|
Jujur
|
· Patuh pada
aturan main
· Loyal pada
tim
· Mengakui
kesalahan
|
Memiliki integritas
Terpercaya
Melakukan sesuatu dengan baik
|
Fair
|
· Adil pada
semua pemain termasuk yang berbeda
· Memberikan
kesempatan kepada pemain lain
|
Mengikuti aturan
Toleran pada orang lain
Kesediaan berbagi
Tidak mengambil keuntungan dari kesulitan orang lain
|
Beradab
|
· Menjadi
contoh/model
· Mendorong
perilaku baik
· Berusaha
meraih keunggulan
|
Mematuhi hukum dan aturan
Terdidik
Bermanfaat bagi orang lain
|
Secara sederhana, keenam nilai
tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut: (1) Respek adalah suatu sikap
yang menaruh perhatian kepada orang lain dan memperlakukannya secara hormat.
Sikap respek antara lain dicirikan dengan memperlakukan orang lain sebagaimana
ia ingin diperlakukan; berbicara dengan sopan kepada siapa pun; menghormati
aturan yang ada dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. (2) Tanggung jawab
adalah kemampuan untuk memberikan respons, tanggapan, atau reaksi secara cakap.
Tanggung jawab dicirikan antara lain dengan melakukan apa yang telah disepakati
dengan sungguh-sungguh; mengakui kesalahan yang dilakukan tanpa alasan;
memberikan yang terbaik atas apa yang dilakukan. (3) Peduli adalah kesediaan
untuk memberikan perhatian dan kasih sayang kepada sesama. Peduli antara lain
ditandai dengan memperlakukan orang lain, diri, dan sesuatu dengan kasih
sayang; memperhatikan dan mendengarkan orang lain secara seksama; menangani
sesuatu dengan hati-hati. (4) Jujur adalah suatu sikap terbuka, dapat
dipercaya, dan apa adanya. Sikap jujur antara lain ditandai dengan mengatakan
apa adanya; menepati janji; mengakui kesalahan. (5) Fair adalah bersikap adil
dalam melakukan dan memperlakukan sesuatu. Sikap fair antara lain ditandai
dengan menegakkan hak sesama termasuk dirinya; mau menerima kesalahan dan
menanggung resikonya; menolak berprasangka. (6) Beradab adalah sikap dasar yang
diperlukan dalam bermasyarakat yang berintikan pada kesopanan, keteraturan, dan
kebaikan. Beradap antara lain dicirikan dengan menempatkan sesuatu pada
tempatnya; mengapresiasi terhadap keteraturan;
Pembelajaran Nilai :
Setelah proses identifikasi nilai
dilakukan dan ditemukan enam nilai moral yang berlaku universal, maka keenam
nilai moral tersebut selanjutnya diajarkan kepada peserta didik melalui
langkah-langkah sebagai berikut: (a) Menciptakan lingkungan yang memungkinkan
nilai-nilai moral tersebut diterapkan. Peran ini begitu penting dilakukan oleh
guru pendidikan jasmani dalam rangka membangun kesamaan wawasan mencapai
tujuan, menciptakan iklim moral bagi peserta didik. (b) Adanya keteladanan atau
model perilaku moral. Menunjukkan perilaku bermoral memiliki dampak yang lebih
kuat daripada berkata-kata tentang moral. One
man practicing good sportmanship is better than fifty others preaching it.
(c) Menyusun aturan atau kode etik berperilaku baik. Peserta didik perlu
mengetahui apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Artinya, ada pemahaman yang sama terkait dengan perilaku moral. (d) Menjelaskan
dan mendiskusikan perilaku bermoral. Ketika usia anak-anak, peserta didik belajar
perilaku moral dengan cara imitasi dan praktek tanpa harus mengetahui alasan mengapa
hal itu dilakukan atau tidak dilakukan. Memasuki usia remaja dan remaja, kemampuan
bernalarnya telah berkembang. Karena itu, perlu ada penjelasan dan bila perlu
ada proses diskusi untuk sampai pada pilihan perilaku moral yang diharapkan.
(e) Menggunakan dan mengajarkan etika dalam pengambilan keputusan. Individu
acapkali dihadapkan pada pilihan-pilihan yang harus diambil keputusan.
Mengambil keputusan adalah proses mengevaluasi tindakan-tindakan dan memilih
alternatif tindakan yang sejalan dengan nilai moral tertentu. (f) Mendorong
individu siswa mengembangkan nilai yang baik. Guru pendidikan jasmani perlu
menciptakan situasi dan menginspirasi peserta didik untuk menampilkan perilaku moral.
A mediocre teacher tells, a good teacher
explains, a superior teacher demonstrates, and the great teacher inspires.
Penerapan Nilai
Setelah pengajaran nilai dilakukan,
maka tahap ketiga yang perlu dilakukan adalah memberikan kesempatan untuk
mengaplikasikannya. Hal terpenting bertalian dengan penerapan nilai adalah
konsistensi antara apa yang diajarkan dengan apa yang diterapkan. Artinya, apa
yang dikatakan harus berbanding lurus dengan apa yang dilakukan, baik pada lingkungan
sekolah maupun dalam keluarga.
Terkait dengan penerapan nilai, ada
dua model yang dapat diaplikasikan. Pertama, membentuk kebiasaan rutin yang
bermuatan nilai-nilai moral. Situasi aktivitas jasmani dan olahraga,
sebagaimana dikemukakan di atas, banyak memberikan peluang terjadinya perilaku
moral. Misalnya berjabat tangan dengan lawan main sebelum dan setelah bertanding,
peduli kepada teman yang ingin mempelajari keterampilan olahraga tertentu dengan
cara memberikan mentoring, bekerjasama untuk mencapai tujuan (goal), bermain dengan berpegang pada
aturan, menghormati keputusan wasit, dan sebagainya.
Kedua, memberikan reward bagi
peserta didik yang menampilkan perilaku bernilai moral. Menanamkan dan
membentuk nilai moral memang tidak secepat mengajarkan keterampilan seperti
menendang atau memukul bola. Ia membutuhkan proses yang relatif panjang,
konsisten, dan tidak sekali jadi. Bisa jadi peserta didik belum sepenuhnya menampilkan
perilaku bernilai moral sebagaimana yang kita inginkan. Karena itu, penghargaan
tidak harus diberikan ketika peserta didik mengakhiri serangkaian kegiatan, melainkan
juga dalam proses “menjadi”. Penghargaan dapat diberikan dalam berbagai bentuk.
Misalnya dalam bentuk sertifikat, stiker, peran tertentu seperti kapten tim,
dan sebagainya.
KESIMPULAN
Paradigma adalah pandangan mengenai
aturan atau cara tentang materi pelajaran yang dipelajari untuk mencapai sebuah
tujuan. Pandangan
mengenai aturan atau cara pendidikan jasmani menghasilkan peserta didik yang
berkarakter itu yang dimaksud paradigma pendidikan jasmani yang berkarakter.
Membentuk karakter dan proses pembentukkannya tidak bisa dibeli. Pendidikan
dan pembelajaran olahraga termasuk pengajaran yang seharusnya bermuara, yakni
membangun manusia-manusia berkarakter (terpuji), manusia-manusia yang
memperjuangkan agar dirinya dan orang-orang yang dapat dipengaruhinya agar
menjadi lebih manusiawi, menjadi manusia yang utuh atau memiliki integritas.
Pendidikan jasmani pada hakikatnya adalah proses pendidikan yang
memanfaatkan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan holistik dalam
kualitas individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan
jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada
hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik dan
mentalnya. Pendidikan jasmani menyebabkan perbaikan dalam ‘pikiran dan tubuh’
yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan harian seseorang. Pendekatan holistik
tubuh-jiwa ini termasuk pula penekanan pada ketiga domain kependidikan:
psikomotor, kognitif, dan afektif.
Pendidikan jasmani merupakan suatu program pendidikan
memalui aktifitas fisik
yang bertujuan membentuk seorang individu
memperoleh fisik, mental,
sosial, dan kebugaran jasmani
yang optimal, karena pendidikan jasmani menawarkan gerak sebagai media utama dalam proses
pendidikan. Tujuan Pendidikan Jasmani di klasifikasikannya dalam lima aspek,
yaitu (1) perkembangan kesehatan, jasmani atau organ organ tubuh, (2)
perkembangan mental emosional, (3) perkembangan neuromuskuler, (4) perkembangan
sosial, (5) perkembangan intelektual (Bucher, 1983:45).
Marten (2004) mengusulkan strategi
pembelajaran karakter yang efektif, yakni secara lebih konkrit, ada tiga
tahapan yang perlu dilakukan, yakni (1) identifikasi nilai, (2) pembelajaran
nilai, dan (3) memberikan kesempatan untuk menerapkan nilai tersebut.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah,
Manadji. 1994. Dasar Dasar Pendidikan
Jasmani. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Bucher,
Charles. 1983. Administration Of Physical
Education & Athlitic Programs. The C V Mosby Company: London.
Bucher,
Charles. 1983. Administration Of Physical
Education & Athlitic Programs. The C V Mosby Company: London.
Buck, Lund,
dkk. 2007. Instruction Strategies For
Secondary School Physical Education. The McGraw-Hill Companies: New York.
Lumpkin,
Angela. 2011. Instruction Physical
Education, Exercise Science, And Sport Studies.The McGraw-Hill Companies:
New York
Mackenzie, N. &
Knipe, S. (2014, 1 Februari). Research dilemmas: Paradigms, Methods and
Methodology. Issues In Educational Research
[online] http://www.iier.org.au/iier16/mackenzie.html
Moleong, Lexy. J.
2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mu’arifin.
2009. Dasar Dasar Pendidikan Jasmani Dan
Olahraga. Universitas Negeri Malang (UM Press). Malang.
Rusli Lutan,
(1995)/1996), Hakikat dan
Karakteristik Penjaskes, Depdikbud
No comments:
Post a Comment